Recap: Endless Love Ep.8
Line 8
Dua anak buah Jing Hao, yaitu Xue Zhe dan Xue Li cemas menunggu
Ketua mereka yang belum datang-datang juga. Padahal rapat dengan beberapa klien
sudah akan dimulai. Jing Hao menelpon Xue Zhe.
Xue Zhe meminta para klien meletakkan ponsel di atas meja dan
dalam jarak beberapa meter lagi Jing Hao akan tiba. Benar, Jing Hao benar-benar
tiba sesuai dengan waktu di ponsel tersebut. Ini seperti google maps di dalam ponsel. Bedanya ini adalah pencarian untuk
menemukan jodoh kita. Wah, ini seperti benang merahnya Rui En.
Tong Tong sedang menonton interview Xin Jie di tivi. Jika besar
nanti, ia ingin seperti Xin Jie. Bi Yun menyarankan putrinya, daripada menjadi
Xin Jie lebih baik belajar biar pintar. Bi Yun menyuruh Tong Tong memanggil Rui
En, sudah waktunya makan.
“Lebih baik jangan dulu. Kak Rui En sedang melihat itu lagi,”
ujar Tong Tong.
Seperti biasa yang dilakukan oleh Rui En adalah menonton rekaman
Jing Hao saat kencan mereka di taman. Bahkan Rui En hapal betul dengan
kata-kata yang diucapkan oleh Jing Hao.
Xue Zhe meletakkan lukisan di dinding. Ia memberitahukan kalau
sepanjang harian ini Xin Jie terus menelponnya dan minta Jing hao menjemputnya
besok di bandara. Kalau tidak dijemput, maka mampuslah Jing Hao. Xue Zhe
pamitan setelah melaporkan itu. Jing Hao yang berada di apartemennya terus
memandangi lukisan milik Rui En, dengan tersenyum.
Begitu pula dengan Rui En di rumahnya yang memandangi lukisannya
dengan tersenyum.
Jing Hao mendapatkan telpon dari Xin Jie agar menjemputnya di
bandara besok. Iya, besok dipastikan Jing Hao akan menjemput.
Min SHuo melihat para suster sedang sibuk dengan ponsel di
tangan masing-masing. mereka sedang mencoba menemukan jodoh mereka melalui
ponsel. Min Shuo mana percaya. Tanpa sengaja, Min SHuo melihat Jing hao
berjalan melewatinya.
Jing Hao menemui Kak Kun si Bos preman di rumah sakit. tiga
tahun yang lalu, mereka kembali bertemu di Jepang. Karena kak Kun sangat
menyukai Jing Hao, dua tahun yang lalu, ia menginvestasikan mdoalnya untuk Jing
Hao. Terbukti, perusahaan yang dipegang oleh Jing Hao berkembang pesat.
Min Shuo kaget melihat Jing Hao muncul. Ia berburu untuk menemui
Rui En.
Jing Hao pergi ke danau tempat ia putus dengan Rui En di saat
kencan pertamanya. Kenangannya bersama Rui En kembali bermunculan. Ia tidak
sengaja melihat Rui En di taman itu.
Rui En, oh―tentunya gadis itu sedang melukis
wajah Jing Hao. Huh, siapa lagi objek yang paling sempurna dan bagus menurutnya
kalau bukan Jing Hao.
Datanglah Min Shuo menemui Rui En. Jing Hao yang melihatnya dari
kejauhan, tampak cemburu.
Min Shuo mengajak Rui En menikah. Rui En kaget.
“Selama tiga tahun ini aku selalu berada di sampingmu. Tidak
adakah sedikitpun perasaanmu terhadapku? Tiga tahun ini wanita yang ada di
dalam hatiku hanyalah kau, Song Rui En. Kau tahu tapi berpura-pura tidak tahu.”
Rui En hendak menjawab, namun ditahan oleh Min Shuo. Min Shuo
akan memberikan waktu agar Rui En bisa memikirkan lamarannya.
Jing Hao terus memerhatikan ke arah Rui En dan Min Shuo.
Cemburu. Yes!
Jing Hao membawa mobilnya ke rumahnya yang dulu. Disitu ia
bertemu dengan Tong Tong, dan gadis kecil itu mengetuk-ngetuk jendela kaca
mobil Jing Hao. Dasar Tong Tong. Ia beralasan kalau ia tersesat dan tidak tahu
jalan pulang. Hallo, tinggal belok sedikit di depan, rumahnya juga sampai.
Tong Tong lalu meminjam ponsel Jing Hao untuk menelpon ibunya di
rumah dan berharap segera menjemputnya segera. Namun, bukan telpon ibunya yang
dihubungi, melainkan telpon Rui En. Jing Hao mendengarkan Tong Tong yang
meminta ibunya untuk lekas menjemputnya. Berbeda dengan Rui En dan Bi Yun yang
paniknya setengah mati karena Tong Tong tersesat.
Tong Tong mengembalikan ponselnya ke Jing Hao.
“Ternyata aslinya jauh lebih ganteng,” ujar Tong Tong sembari
memerhatikan wajah Jing Hao lekat. Lalu, ia melangkah ringan menuju ke
rumahnya.
Jing Hao seakan kenal dengan gadis kecil itu, ia ingat pernah
melihat di dalam bekas rumahnya dulu. Jing Hao kemudian memeriksa nomor yang
dihubungi oleh Tong Tong barusan. Ternyata itu nomor ponselnya Rui En. Jing Hao
membeliak kaget.
Sesampainya di rumah, Tong Tong memberitahukan ke ibunya dan Rui
En kalau tadi ia bertemu dengan suaminya Kak Rui En. Nomor telpon tadi adalah
nomor telpon suaminya Kak Rui En. Bi Yun marah pada putrinya karena terus
membual, dan hendak memukulnya, namun Rui En menahannya.
“Aku marah pada kalian berdua! Kenapa tidak mempercayaiku?” Tong
Tong masuk ke kamarnya dengan kesal.
Bi Yun minta maaf ke Rui En atas sikap Tong Tong barusan. Rui En
tdiak marah, ia mengerti kalau Tong Tong hanya ingin membuatnya senang saja.
“Sabtu ini ikut kita ke kebun binatang, ya?” pinta Bi Yun.
“Aku, kan
harus ke bandara. Lain kali saja, ya?”
“Sehari tidak ke bandara, apa tidak bisa?”
Sabtu itu, Rui En pergi ke bandara. Jika orang-orang akan pergi
ke gereja dan vihara untuk berdoa, maka Rui En pergi ke bandara untuk berdoa.
Berharap orang yang dirindukannya akan muncul dari pintu keluar.
Rombongan Xu Xin Jie datang.
Rui En memerhatikan Xin Jie. Ouw, Jing Hao muncul di belakang
Rui En, senyum!
Xin Jie melihat Jing Hao, dan memanggil namanya. Rui En yang
merasa kenal dengan nama itu lantas menoleh ke belakang, dan ia melihat Jing
Hao. Jing Hao pun terkejut saat melihat Rui En di depannya.
Xin Jie berlari ke arah Jing Hao dan mengecup bibir Jing Hao
sembari mengatakan, “Wo ai ni.”
Rui En… syok. Kaget.
Xin Jie cepat dilarikan oleh manajernya ke dalam mobil. Para wartawan masih mengejarnya. Jing hao dan Xin Jie
masuk ke dalam mobil van.
Rui En menghempaskan kertas sket dan berlari mengejar Jing Hao
dan menggedor-gedor kaca jendela mobilnya sembari memanggil nama, “Jing Hao!”
Jing Hao yang melihat Rui En seakan tidak tega.
Manajer mengomeli Xin Jie atas aksi nekatnya barusan. Film belum
promo saja sudah membuat scandal seperti ini. Xin Jie berujar enteng, ya sudah
sekalian saja umumkan mereka akan menikah. Beres, kan?
Jing Hao memerintah sopir untuk menghentikan mobilnya. Jing Hao
berlari keluar dari dalam mobil. Xin Jie tertunduk sedih, ia takut karena
sepertinya kali ini Jing Hao beneran marah padanya.
Rui En kembali ke bandara dengan berjalan gontai. Ia memunguti
kertas sket yang dilemparnya begitu saja saat melihat Jing Hao.
Jing Hao kembali ke bandara untuk melihat keadaan Rui En. Dalam
hatinya berucap, percuma juga aku berlari
ke arahmu. Di setiap tidurku, aku selalu bermimpi berlari mengejarmu. Dalam
tiga tahun ini aku selalu berdoa agar kau melupakan aku. Ia melihat Rui En
sedang memunguti lembaran sketnya dengan sedih.
Jing Hao bersembunyi saat Rui En berjalan pulang.
Jing Hao memungut selembar sket yang digambar oleh Rui En.
Memandanginya dengan getir. Kau tidak
melupakanku, lalu aku harus bagaimana?
Nah kan,
Tong Tong jangan bandel-bandel pakai bohong tersesat di jalan segala. Kakinya
sekarang terkilir kan.
Min Shuo membantu mengobati kaki Tong Tong. Di koridor rumah sakit, Bi Yun
melihat sebuah pengumuman yang tertempel di papan pengumuman. Dicari seorang
koki di kantin rumah sakit. Hmm, sepertinya Bi Yun berencana untuk mengisi
lowongannya.
Min Shuo melihat berita di tivi mengenai Xin Jie yang mencium
Jing Hao.
Begitu pula dengan NoQ dan Guang Chang yang syok melihat berita
Jing Hao di tivi.
Rui En mencari tahu mengenai Xin Jie di internet. Banyak artikel
yang memuat mengenai ciuman Xin Jie dan Jing Hao. Rui En, sakit hati…
Bi Yun mematikan tivi saat ada berita mengenai Jing Hao dan Xin
Jie, dan membekap mulut Tong Tong agar tidak bicara macam-macam ke Rui En.
Sayangnya, Rui En sudah mengetahuinya dan menyalakan tivi. Scene ciuman itu
benar-benar menjadi hot topic di
media. Rui En teringat kalau Tong Tong katanya pernah bertemu dengan Jing Hao
dan meminjam ponselnya. Rui En mulai mengubek-ngubek kotak panggilan masuknya.
“Rui En, kau baik-baik saja, kan?” Bi Yun tampak khawatir.
“Harusnya dia menghubungiku?” sedih Rui En.
Rui En kemudian jatuh pingsan. Bi Yun panik.
Di saat yang bersamaan, untunglah Min Shuo datang ke rumah Rui
En, dan cepat menolongnya. NoQ yang ditelpon oleh Bi Yun mengenai pingsannya
Rui En ikut meradang cemas.
Disatu sisi yang lain, Xin Jie tidak dapat menghubungi Jing Hao.
Xin Jie mau keluar rumah tapi dilarang oleh manajernya. Manajer menasihati xin
Jie yang manja. “Jing Hao belum siap dengan semua ini. Dia baru saja memulai
bisnisnya di Taiwan,
dan Jing Hao takut akan mengganggu bisnisnya.” Setelah mendengarkan kata-kata
manajernya, Xin Jie melunak.
Rui En karena tekanan yang terlalu besar dan mendadak akhirnya
tumbang, dan harus dirawat inap di rumah sakit. NoQ yang kesal keluar dan
berencana mencari Jing Hao.
Min Shuo memegangi tangan Rui En. Begitu mengkhawatirkan keadaan
gadis itu.
“Apa di bandara kau melihatnya? Jika kau tidak melihatnya
sendiri, kau tidak akan mungkin terpukul seperti ini.”
NoQ kesalnya setenagh mati pada Jing Hao. Tiga tahun menghilang,
lalu muncul di tivi berciuman dengan gadis lain. ingin pergi mencari Jing Hao,
tapi tidak tahu mau mencari dimana? Bi Yun memberikan secarik kertas berisi
nomor ponsel milik Jing Hao. Awalnya ia mengira putrinya membual, siapa sangka
justru putrinya berkata benar.
Jing Hao minum-minum di bar. Sesampainya di apartemennya, ia
mendapatkan telpon dari NoQ yang memintanya untuk bertemu. Sekarang.
Di gym. NoQ menyambut dingin Jing Hao. Guang Chang menyambut
baik dan masih tetap ramah pada Jing Hao. Lihat saja penampilan Jing Hao
seperti orang kaya. NoQ pun menyindir, “Jika dia tidak kaya, mana mungkin Xu
Xin Jie mau berpacaran dengan orang miskin.” Apakah itu yang namanya teman?
Menelpon tidak pernah.
NoQ kesal ke Jing Hao dan mencertakan bagaimana Rui En menjalani
kehidupannya selama tiga tahun ini. diusir dari rumah, hidup diluar dan
meninggalkan kehidupan putrinya, bekerja sebagai pelukis jalanan. “Karena
melihatmu berciuman, sekarang ini Rui En pingsan dan dirawat di rumah sakit Tai
Feng!”
NoQ pun meninju wajah Jing Hao. Saat untuk yang kedua kalinya
hendak meninju wajah Jing Hao, Jing hao menghindar dan menelikung lengan NoQ.
“Ayahku meninggal gara-gara kau! Harusnya yang pantas marah adaah aku!”
Guang Chang yang semula diam, membuka suara, “Jing Hao kau sudah
berubah. Tiga tahun adalah waktu yang belum lama, tapi kenapa kau sudah
berubah?”
Jing Hao yang katanya telah melupakan Rui En, itu hanya bohong
belaka. Buktinya, Jing Hao mendatangi rumah sakit dan menjenguk Rui En yang
tengah dirawat. Ia melihat Min Shuo berada di samping Rui En sambil memegangi
tangan Rui En.
Sepanjang malam, Min SHuo terus berjaga demi Rui En.
Begitu pula dengan Jing Hao yang terus berjaga demi Rui En.
Hanya bedanya, Jing Hao berjaga di dalam mobilnya. Hingga paginya, ia melihat
Tuan Song keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah sakit.
Tuan Song menjenguk putrinya. Ia mengetahui pemberitaan kalau
Jing Hao sudah kembali. Ia meminta Min Shuo untuk menjagakan Rui En.
Kak Kun sedang asyik membaca koran mengenai berita Jing Hao dan
Xin Jie di koridor. Ia melihat Tuan Song lewat dan terus mengamatinya. Hmm, ada
apa ya???
Xin Jie sedang pemotretan. Diluar sana, para wartawan menunggu konfirmasi Xin
Jie mengenai ciumannya di bandara. Manajernya heran, “Padahal diluar sana sedang terjadi gempa
besar. Dia malah begitu tenang.”
Bi Yun menjenguk Rui En di rumah sakit. Mereka melihat lagi-lagi
bertita tentang Jing Hao dan Xin Jie. Sesampainya di kamar rawat, Rui En tidak
ada. Menghilang.
Sekretaris Tuan Song memberikan nama-nama yang akan menjadi ambassador untuk rumah sakitnya. Pilihan
Tuan Song malah ke Xu Xin Jie. Sekretarisnya agak keberatan dengan pilihan Tuan
Song, karena menyangkut scandal terakhir ini (ciuman di bandara). Tapi, Tuan
Song tetap dengan keputusannya. Sepertinya ada maksud nih???
Di depan kantor Jing Hao, para wartawan pun menyerbu untuk
meminta konfirmasi dari Jing Hao. Jing Hao melangkah cuek dan santai masuk ke
dalam kantornya. Seakan tak ada beban sama sekali. Xue Zhe memberikan daftar
nama perusahaan yang tertarik dengan produk mereka. Jing Hao lalu mengumumkan
akan mencari seorang karyawan untuk membantu Xue Li. Cari yang tidak
berdasarkan statusnya, melainkan yang memiliki bakat dan kemampuan.
Jing Hao mendapatkan telpon dari Rui En. Rui En berada di bawah.
Jing Hao melihat Rui En dari jendela kantornya.
Rui En minta ketemuan. Ia yang naik ke atas, atau ganti tempat.
Di danau itulah tempat mereka bicara. Rui En menceritakan
bagaimana tiga tahun ini ia melalui hari-harinya tanpa Jing Hao. Sangat
menderita dan kesepian. Berharap Jing Hao akan pulang dan kembali mencarinya.
Namun, Jing Hao memberikan jawaban yang menyakitkan. “Kau terlalu
percaya diri. Aku tidak akan kembali ke sampingmu.” Jing Hao sama sekali tidak
berani menatap mata Rui En.
“Kau bohong. Jika kau berbohong kau tidak akan berani menatap
mataku. Sekarang katakan sekali lagi dan lihat aku.”
Jing Hao menatap Rui En dan mengulangi kalimatnya lagi.
Rui En menampar pipi kiri Jing Hao, itu hukuman karena Jing Hao
pergi tiga tahun yang lalu. Lalu menampar pipi kanan Jing Hao, itu hukuman
karena Jing Hao tidak menghubunginya ketika kembali. Dan terakhir Rui En meninju
dada Jing Hao, itu hukuman karena Jing Hao berani menyukai gadis lain.
“Beri aku waktu tiga hari. Aku akan membuktikan kalau kau masih
Jing Hao yang kukenal.”
“Untuk apa aku memberimu waktu tiga hari?”
“TIGA TAHUN, aku menunggumu selama tiga tahun. Dan kau tidak
bisa menungguku selama tiga hari. Tidak peduli apapun, saat aku menghubungimu,
kau harus menemuiku.”
Rui En pergi dengan marah dan sedih. Jing Hao mengusap bekas
tamparan Rui En di pipinya. Rasanya perih, tapi tidak seperih hatinya. Rui En, terhadapmu aku harus bagaimana?
Rui En pergi ke toko perlengkapan melukis untuk membeli
alat-alat melukisnya.
Bi Yun mendapat telpon dari Min Shuo yang mencemaskan Rui En,
karena ponselnya tidak dapat dihubungi. Bi Yun mendengar motor Rui En datang,
dan meminta Min Shuo untuk menunggu sebentar. Bi Yun menyerahkan ponselnya ke
Rui En.
Min Shuo dapat bernapas lega karena telah mendengar suara Rui En
lagi. Rui En berpikir kalau Min Shuo akan memarahinya karena kabur dari rumah
sakit. Ternyata tidak. Ini aneh, karena ini bukan seperti Min Shuo.
Bi Yun masuk ke dalam kamar Rui En dan mengomel marah ke Rui En.
Kabur dari rumah sakit, membuat cemas orang saja. “Min SHuo marah?”
Rui En menjawab kalau Min Shuo tidak marah. Bi Yun heran,
harusnya kan
marah? Ia saja marah, kenapa Min Shuo tidak marah?
Min Shuo datang dan memeriksa keadaan Rui En.
Min Shuo menegaskan ke Rui En. “Aku tahu kau sangat menunggu
Jing Hao pulang. Tapi aku tidak akan menyerahkanmu pada bocah tidak bertanggung
jawab seperti itu.”
Manajer memberikan naskah sandiwara yang harus dijalani oleh Xin
Jie. Ciuman di bandara itu sebagai promo film terbaru Xin Jie saja. Xin Jie
marah, karena ciumannya bukan sandiawara melainkan tulus. Manajer sudah
mengatakan hal ini pada Jing Hao dan Jing Hao setuju.
Xin Jie menelpon Jing Hao dan mengajaknya untuk menikah. Jing
Hao berkata, “Turuti apa yang manajermu katakan.” Lalu telpon diputus oleh Jing
Hao.
Xin Jie merasa kalau Jing hao benar-benar dingin dan marah
padanya.
Rui En ke gym untuk meminta bantuannya NoQ dan Guang Chang. NoQ
malas membantu alias tidak mau. Tapi, Rui En terus memohon, merengek, dan
mendesak. Ditambah lagi Guang Chang mengompori agar bantu saja Rui En. Selama
tiga tahun ini Rui En terus menunggu Jing Hao. Tdiak ada salahnya membantu.
Akhirnya NoQ mau tidak mau membantu juga.
Jing Hao dan dua asistennya lembur. Jing Hao berkutat di depan
lapotopnya untuk terus memperbaiki programnya. Sebuah pesan masuk ke dalam
ponselnya dari Rui En yang memberikan waktu ketemuan berikutnya.
Besok pagi jam 10 kutunggu di gang tempat pertama kali kita
bertemu. Jam 10.
Baru di malamnya, Jing Hao datang ke gang tempat pertama kali ia
dan Rui En bertemu.
Jing Hao melihat ada banyak lukisan dirinya dan kebersamaannya
dengan Rui En yang dipajang di sepanjang gang.
Rui En yang sudah menunggu di gang itu, merasakan kehadiran Jing
Hao. Ia memutar tubuhnya ke belakang.
Jing Hao hanya berdiri diam tanpa senyum mengarah ke Rui En.
Sedang, Rui En tersenyum menyambut kedatangan Jing Hao.
Episode Selanjutnya...
Wou, apa yang terjadi nih?
Rui En dan Xin Jie bertemu. Keduanya bahkan saling berjabat
tangan.
Notes:
Kasihan Rui En.
Siapa yang tidak syok melihat pria yang dicintainya dicium oleh
wanita lain. Rui En terus menunggu dan berharap Jing Hao akan kembali padanya.
Tapi ternyata, setelah tiga tahun menunggu, Jing Hao telah bersama wanita lain.
Bagi Rui En, ini terlalu menyakitkan.
Menurutku, Rui En yang keras kepala pastinya tidak akan semudah
itu menyerah. Pastinya ia akan terus mengejar dan mendapatkan kembali Jing Hao.
Itu terbukti dengan perginya Rui En dari rumah dan rela menentang ayahnya
sendiri demi keinginannya untuk menunggu Jing Hao pulang.
Photo capture&recap oleh
Phoo Purarora.
SUMBER : http://dunia-phoo.blogspot.co.id/2012/02/recap-endless-love-ep8.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar