Recap: Endless Love Ep.7
Line 7
NoQ menjemput Tuan Liang untuk menghadiri pernikahan Jing Hao
dan Rui En. Tapi Tuan Liang mengamuk minta kalungnya dikembalikan. NoQ yang
sedang menyetir diganggu-ganggu oleh Tuan Liang.
Rui En dan Jing Hao, ah dua calon pengantin ini saling memuji
satu-sama lainnya. Min SHuo datang dan memuji calon pengantin wanitanya cantik,
dan juga mengucapkan selamat untuk Jing Hao.
NoQ kebelet pup. Selesai pup, ia tidak menemukan Tuan Liang di
dalam mobil. NoQ panik setengah mati mencari Tuan Liang.
Jing Hao mendapat telpon dari NoQ tentang hilangnya ayahnya.
Jing Hao panik dan bergegas mencari ayahnya. Min Shuo meminjamkan mobil ke Jing
Hao agar memudahkan mencari ayahnya. Rui En berniat untuk ikut, tapi Jing Hao melarang,
dan berjanji pada Rui En, ia akan kembali.
Jing Hao menemui NoQ. “Bagaimana bisa kau kehilangannya!”
NoQ mengatakan jujur kalau ia hanya pergi ke toilet sebentar,
lalu ayahnya menghilangnya.
Jing Hao memerintah NoQ untuk mencarinya, dan ia akan melapor ke
polisi. NoQ bilang, “Ayahmu ribut mencari kalungnya. Apa kalung yang dimaksud
adalah kalung yang selalu dipakainya itu?”
Jing Hao mengepalkan kedua tangannya. Kalung yang dimaksud
adalah kalung yang sudah dibuangnya itu. Kenapa ayahnya mencarinya?
Tamu undangan mulai gelisah. Sampai waktunya tapi acara
pernikahannya belum dimulai. Nyonya Luo menghampiri Tuan Song. Kenapa pengantin
prianya bisa mendadak hilang begini?
Jing Hao dan NoQ terus mencari. Begitu pula dengan Rui En yang
tetap menunggu kedatangan Jing Hao.
Hingga malam, Tuan Liang masih belum diketemukan. Jing Hao mulai
patah semangat dan beputus asa. Ibu,
apakah sekarang ini ibu sedang menghukumku? Kumohon, ijinkan aku bertemu dengan
ayah. Aku berjanji tidak akan menyukai Rui En lagi, asalkan aku bisa bertemu
dengan ayah…
Rui En tidak mau pulang, ia masih akan tetap menunggu sampai
Jing Hao datang. Nyonya Luo dan Min SHuo sudah membujuk. Tuan Song yang
mengetahui sifat keras kepala anaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Tuan Song dan
Nyonya Luo pergi. Min Shuo masih membujuk Rui En agar pulang. Rui En tetap
tidak mau, ia pun menyuruh Min SHuo agar meninggalkannya sendiri, karena ia
ingin berdoa. Berharap Jing Hao dan ayahnya bisa muncul di depannya.
Min SHuo pergi. Ia sempat menoleh ke belakang dan melihat Rui En
tengah berdoa.
Rui En terus berdoa. Jing Hao muncul, tapi sendiri.
Jing Hao memandangi Rui En di depannya dengan sedih.
Jing Hao lalu menelpon Tuan Song dan mengatakan, “Ini aku, Liang
Jing Hao. Lima belas tahun yang lalu, wanita yang kau tabrak hingga meninggal
itu adalah ibuku. Kau pun masih menyimpan kalung itu, berarti kau tidak
melupakan kejadian itu. Kenapa harus kau ayahnya Rui En?”
Tuan Song kaget.
“KENAPA!?” teriak Jing Hao.
Mendengar teriakan Jing Hao, Rui En membuka matanya dan
tersenyum karena Jing Hao sudah kembali.
Min Shuo kembali ke tempat acara dengan membawakan makanan untuk
Rui En. Ia melihat mobilnya terparkir di depan. Itu berarti Jing Hao sudah
datang. Min SHuo bertemu dengan Tuan Song dan mengatakan kalau Jing Hao sudah
datang.
Tuan Song panik dan menuju ke lift. “Jangan katakan apapun pada
Rui En. Rui En tidak tahu apa-apa.” Mohonnya. Tuan Song mendengar suara Rui En
di dalam telpon. Makin paniklah Tuan Song.
Rui En berhasil menemukan Jing Hao. “Kak Jing Hao, apa kau sudah
menemukan ayah?” Jing Hao hanya menangis. “Kita akan mencarinya lagi.”
Jing Hao menatap dingin dan tajam ke Tuan Song. Tuan Song tidak
berani menatap mata Jing Hao. Takut. Min Shuo melihat Tuan Song pucat dan
menyuruh agar Tuan Song pulang untuk beristirahat. Untuk masalah pernikahan
ini, Min SHuo menyarankan agar lebih baik ditunda dulu sampai ayahnya Jing Hao
berhasil ditemukan.
Nyonya Luo pun melihat wajah Tuan Song semakin pucat. Jing Hao
makin menatap dingin dan tajam Tuan Song. Nyonya Luo mengantarkan Tuan Song
pulang.
Rui En menggenggam tangan Jing Hao.
Min Shuo mengantarkan Jing Hao dan Rui En pulang. Jing Hao hanya
melemparkan pandangannya ke luar jendela, sedangkan Rui En mencengkeram tangan
Jing Hao. Jing Hao menoleh pelan ke Rui En dan membalas mencengkeram tangan Rui
En.
Tuan Song terpukul mendengarnya. Ternyata Jing Hao adalah anak
dari wanita yang telah ditabraknya lima belas tahun yang lalu.
Jing Hao ke kantor polisi dan marah-marah. Polisi belum bisa
melakukan pencarian karena hilangnya baru 14 jam, belum 24 jam. NoQ menenangkan
Jing Hao agar tidak emosi. “Ayahku hilang apakah aku tidak marah!” tukasnya ke
NoQ.
Rui En menggelayut lengan Jing Hao agar jangan terlalu emosi.
Namun, yang terjadi malah tangan Rui En dihempaskan oleh Jing Hao. Jing Hao
pergi.
Min Shuo yang melihatnya marah. “Bocah itu, meskipun gelisah,
tapi tetap tidak boleh begitu?”
Rui En mengatakan ia tidak apa-apa. Ia bisa mengerti dengan
keadaan Jing Hao. Pasti berat bagi Jing Hao. Rui En keluar menyusul Jing Hao.
Min Shuo meminta maaf pada polisi atas sikap kasar Jing Hao, dan
meminta polisi agar melakukan pencarian.
Jing Hao sedih. Marah. Benci. Semuanya menjadi satu di hatinya.
Rui En mendekati Jing Hao dan berkata, “Jangan sedih seorang
diri. Ada aku disini.”
Saat Jing Hao hendak mengatakan sesuatu, ponselnya berdering.
Dari Tuan Song. Tuan Song meminta waktu bertemu dengan Jing Hao.
Jing Hao menjawab telponnya menjauh dari Rui En. Tuan Song minta
agar Jing Hao jangan mengatakan apapun pada Rui En. Dalam hal ini Rui En tidak
bersalah. Rui En tidak tahu apa-apa.
Jing Hao menemui Tuan Song. Tuan Song meminta maaf dan sungguh
merasa bersalah juga menyesal. Selama 15 tahun ini, ia tidak dapat hidup dengan
tenang dan seakan mau mati.
“Kau tidak hanya membunuh ibuku. Membunuh ayahku. Juga
membunuhku! Kalau saja kau bukan ayahnya Rui En, sejak awal aku sudah
membunuhmu!” geram Jing Hao.
Tuan Song berlutut memohon pada Jing Hao agar jangan mengatakan
kejadian ini pada Rui En. Biarkan dia yang menanggung kesalahan ini. Saat itu,
ia mendengar kondisi ibunya Rui En yang kritis, dan memacu mobilnya lekas ke
rumah sakit. Hingga terjadilah kecelakaan itu. (jadi karena itulah, hari
kematian ibunya Rui En dan Jing Hao sama.)
Jing Hao mendapat telpon dari Rui En. Tuan Song memohon agar
Jing Hao tidak berkata apa-apa.
Apa yang terjadi???
Polisi berhasil menemukan dompet dan sepatu milik Tuan Liang di
tebing jurang. Dari hasil penyelidikan, Tuan Liang diduga bunuh diri.
“Jing Hao, maafkan aku…,” tangis NoQ.
Polisi menyerahkan dompet dan sepatu milik Tuang Liang ke tangan
Jing Hao. Jing Hao meraihnya dengan tangan bergetar.
Jing Hao menangis terisak. Sedih…
Nyonya Luo tidak habis pikir dengan Tuan Liang. Bagaimana bisa
seorang ayah bunuh diri di hari pernikahan anaknya? Lalu bagaimana dengan nasib
Rui En dan Jing Hao selanjutnya? Nyonya Luo merasa kalau Rui En dan Jing Hao
sangat kasihan. Min Shuo tidak berkomentar apa-apa, kecuali ia sangat kasihan
pada Jing Hao.
Jing Hao masih belum percaya kalau ayahnya meninggal karena
bunuh diri. Selama mayatnya belum diketemukan, ayahnya masih hidup.
Rui En memegang lengan Jing Hao. Jing Hao justru sekali lagi
menghempaskan tangan Rui En, hingga Rui En terdorong. Jing Hao menatap Rui En
dengan tatapan mata dingin dan penuh kebencian. Tidak ada lagi tatapan penuh
cinta. Rui En takut melihat Jing Hao yang marah seperti itu.
Nangis… Sedih…
Jing Hao, Rui En, Min Shuo, Tuan Song, Nyonya Luo, NoQ, dan
Guang Chang menghadiri pemakaman Tuan Liang.
Nangis… Sedih lagi… Episode ini menguras airmata…
Beberapa hari berlalu, Jing Hao sama sekali tidak mau makan. Rui
En membawakan makanan untuk Jing Hao, setidaknya makanlah deminya.
“Kalau ayah yang paling kau sayangi hilang darimu. Apa yang akan
kau lakukan?” tanya Jing Hao.
“Aku akan tetap bertahan hidup dengan tabah. Meskipun aku sedih
seperti Kak Jing Hao, tapi akan tetap hidup dengan tabah.” Rui En menyahut
dengan menahan tangisnya.
Jing Hao meraih tangan Rui En sembari berkata, “Apakah benang
merah masih bisa mengikatkan kita berdua?”
Rui En tahu maksud dari pertanyaan Jing Hao. Benarkah? Jing Hao
berharap, mereka masih mempunyai ikatan benang merah. Berharap benang merah
masih mengikat di tangan mereka.
Jing Hao membawa Rui En berjalan-jalan ke gang tempat mereka
pertama kali bertemu.
Rui En kembali mengingatkan saat-saat mereka pertama kali bertemu.
Rui En beranggapan kalau Jing Hao ini playboy
karena tatapan mata Jing Hao yang ramah. Rui En berharap mata Jing Hao hanya
melihatnya seorang. Tidak boleh melihat wanita lain. Jing Hao tersenyum.
Dalam hati Jing Hao berkata, seandainya
saja saat itu aku tidak masuk ke gang ini. Tidak bertemu denganmu. Semuanya
tidak akan terjadi. Aku ingin kembali disaat aku belum mencintaimu.
Rui En lalu mencium Jing Hao.
Besoknya, Rui En menunggu Jing Hao, namun Jing Hao yang
ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Rui En menelpon Jing Hao, tapi mailbox melulu. Hingga, sebuah pesan
suara masuk. Setelah mendengar pesan suara itu, Rui En lekas memacu mobilnya ke
rumah Jing Hao. Rumah Jing Hao kosong. Barang-barangnya ditutupi dengan kain
putih.
Jing Hao sedang berada di bandara. Isi pesan suara Jing Hao:
Rui En, waktu kita sudah
berakhir, kan? Seharusnya tidak masalah, kan? Aku akan pergi. Tolong kau
maafkan aku. Awalnya ingin mengatakan langsung di depanmu. Tapi karena aku tahu
sifat keras kepalamu, pasti kau tidak akan setuju. Rui En, lebih baik kita
putus saja. Sepertinya kita memang tidak berjodoh. Setelah ayah meninggal, aku
selalu merasa seperti ini. Maaf, aku tidak pernah mencintaimu. Melihatku pergi
saja seharusnya kau pun sudah tahu. Song Rui En, lupakanlah aku…
NoQ dan Guang Chang sama sekali tidak tahu Jing Hao pergi
kemana? Semenjak ayahnya meninggal, Jing Hao tidak mau bertemu dengan siapapun
atau pun mengangkat telpon.
Rui En menangis tersedu-sedu.
Jing Hao di kabin pesawat pun menangis.
Rui En melangkah gontai di pinggir jalan. Min Shuo mengejarnya
dan menghardik. “Apa yang kau lakukan, Rui En! Kau ingin mati apa!? Sadarlah
Rui En!!”
Rui En malah menangis terisak-isak.
Di rumah. Rui En membuka kembali rekamannya mengenai Jing Hao.
Saat itu, ia menanyakan ke Jing Hao kapan pertama kalinya Jing Hao jatuh cinta
padanya.
“Sejak rokmu terkait di barangku. Melihatmu begitu malu dan
menarik sendiri rokmu, juga kakimu terluka. Pertama kalinya ada orang yang
lebih penting dari ayahku. Biasanya ayah adalah orang terpenting dalam hidupku.
Tapi sekarang kau menjadi nomor satu di hatiku. Kau seperti kado Natal yang
diberikan Tuhan padaku. Karena dulu aku sangat tabah dan tidak menyerah, aku
tidak pernah menangis, maka itu Tuhan mengirimkanmu kepadaku.”
Rui En tahu saat ini Jing Hao sedang sedih, dan mungkin sedang
kehilangan arah. Rui En akan tetap menunggu Jing Hao pulang dan meminta maaf
padanya. Seperti yang dikatakan oleh Jing Hao dalam rekaman, Rui En pun akan
tetap menunggu dengan tabah. Karena apa? Karena Rui En mencintai Jing Hao. Rui
En lalu menyematkan cincin nikahnya ke jari manis tangannya.
Tiga tahun kemudian.
Apa yang terjadi dengan Rui En? Kemana mobilnya? Baju bermereknya?
Tas bermereknya? Higheelsnya? Sekarang Rui En mengendarai motor matic.
Rui En tiba di sebuah toko peralatan melukis. Ia memohon pada
Paman penjualnya agar memberikannya kertas yang diminta. Si Paman agak
keberatan, karena Rui En tidak punya uang tapi meminta kertas dengan separo
harga. Bisa rugi si Paman. Tapi, si paman akhirnya menyerah karena Rui En terus
mendesak dengan memberikan wajah manisnya.
Seorang anak kecil bernama Tong Tong sedang melihat iklan dari
artis Xu Xin Jie. Zhao Bi Yun, yaitu ibunya Tong Tong panik karena ia sudah
terlambat bekerja. Rui En hanya tersenyum melihatnya. Ya, Rui En kini tinggal
serumah dengan Zhao Bi Yun dan Tong Tong di rumah yang ditempati oleh Jing Hao
dulu.
Kamar yang ditempati oleh Rui En adalah kamar yang pernah
ditempati oleh Jing Hao. Dan di dalam kamarnya lukisan-lukisan wajah Jing Hao
dipajang.
Rui En bekerja sebagai pelukis jalanan. Bahkan ia memajang
lukisan Jing Hao untuk menemaninya bekerja mencari uang. Saat Rui En sedang
melukis seorang wanita, wanita itu menanyakan siapa lelaki di lukisan itu?
Pacarkah? Rui En memamerkan cincinnya, dan berkata kalau lelaki di lukisan itu
adalah suaminya, dan mereka hidup dengan sangat bahagia.
Rui En menyambangi gym. Ia masih terus menanyakan dimana Jing
Hao berada sekarang? NoQ sama sekali tidak tahu dimana keberadaan Jing Hao. NoQ
pun menyuruh agar Rui En menyerah saja dan melupakan Jing Hao. Jing Hao mungkin
sudah melupakan Rui En. Kemana tiga tahun Jing Hao ini? Menelpon pun tidak.
Min Shuo mendatangi rumah Rui En, tapi disitu ia bertemu dengan
Tong Tong yang baru pulang dari sekolah. Tong Tong mengambek karena Min Shuo
terus memanggilnya bocah kecil. Tong Tong pun mengatakan kalau ia kemarin
bertemu dengan suami Kak Rui En. Min SHuo tidak percaya dan mengatakan ia akan
menyuntik Tong Tong kalau berbohong. Tong Tong agak ketakutan.
Rui En dan Bi Yun datang.
Rui En menyambut Min Shuo tidak senang. Ia menyuruh Min Shuo
agar tdiak datang lagi kesini. Bi Yun dan Tong Tong agak-agak tegang berada
disitu. Min SHuo mengatakan ia hanya disuruh oleh ibunya untuk memberikan
barang-barang yang dibawanya ini. Min SHuo bilang ia akan pulang. Rui En
mengatakan, hati-hati. Min Shuo berharap Rui En menahannya, tapi Rui En tidak
menahannya. Sampai akhirnya Rui En tersenyum geli, dan Min Shuo pun tertawa.
Min SHuo dan Rui En mengobrol. Besok adalah pembukaan rumah
sakit baru milik Tuan Song dan berharap Rui En datang. Min Shuo pun tidak habis
pikir dengan Rui En, tiga tahun mau menjalani kehidupan seperti ini. Menunggu
Jing Hao yang mungkin melupakannya. Rui En marah mendengarnya dan minta Min
SHuo agar tidak datang menemuinya lagi kalau mengatakan hal seperti itu.
Rui En kemudian menanyakan dimana mobil Min SHuo? Mobil Min SHuo
sedang diservis. Rui En berbaik hati akan mengantarkan Min Shuo pulang. Min
SHuo lalu berujar nakal, “Mobilku harus di bengkel lebih lama lagi.”
Bi Yun mengeluarkan makanan dan kebutuhan sehari-hari Rui En
dari dalam tas yang dibawa oleh Min SHuo tadi. Dengan hanya melihatnya sekilas
saja, Bi Yun bisa tahu kalau yang membelikan barang-barang ini adalah Min SHuo
sendiri, masih mengaku kalau ibunya yang membelikannya.
Bi Yun memuji Min SHuo yang lebih baik daripada lelaki yang
meninggalkan Rui En itu. Rui En mencium gelagat ‘suka’ dari Bi Yun ke Min Shuo.
Dengan menggoda nakal, Rui En berkata, “Kalau kau suka, untukmu saja.”
Bi Yun menyuruh Rui En agar memelankan suaranya, nanti Tong Tong
mendengarnya.
Rui En datang ke rumah sakit. Masih sepi dan tidak ada satupun
orang.
Min Shuo datang dan menggandeng tangan Rui En. Rui En hanya
tersenyum. Min Shuo menyuruh Rui En agar mengganti bajunya, karena hari ini
adalah hari yang penting bagi Tuan Song.
Rui En sudah mengganti bajunya. Dengan menggoda nakal, Min Shuo
berkata, “Kau begitu cantik. Kenapa dulu aku tidak menyukaimu?”
Rui En hanya tersenyum saja. Min SHuo melingkarkan sebelah
tangannya di pinggang. Rui En mengalungkan tangannya di lengan Min SHuo.
Acara pembukaan rumah sakit berjalan lancar. Wartawan dan media
meliput acara tersebut.
Oh, siapa ini? Liang Jing Hao!
Jing Hao berada di dalam mobil dengan penampilan yang berbeda.
Ia bersama dengan seorang asisten, dimana asistennya itu memanggil Jing Hao
dengan panggilan “Ketua.” Jing Hao selama tiga tahun ini berada di Jepang, dan
inilah pertama kalinya ia kembali ke Taiwan. Selama di Jepang, tak pernah
sekalipun Jing Hao menyebut-nyebut tentang makanan Taiwan yang disukainya.
Jing Hao menyuruh asistennya untuk menepikan mobilnya, dan
asistennya disuruh turun dari mobil. Jing Hao mengemudikan mobilnya.
Jing Hao membawa mobilnya ke rumahnya, dulu. Tidak ada yang
berubah. Semuanya tetap sama.
Tong Tong sedang berbicara dengan ibunya. Ibunya menyuruh Tong
Tong agar mengerjakan pe-er, Tong Tong menurut, dan saat ia berbalik, ia
melihat, “Itu, kan suaminya Kak Rui En.” Tong Tong memberitahukan pada ibunya,
tapi ibunya mengira kalau Tong Tong sedang membual lagi. Tong Tong berlari
keluar dan ia tidak menemukan suami Kak Rui En.
Tuan Song memuji Min SHuo, karena Min Shuo mau bekerja di rumah
sakitnya meskipun dengan gaji yang kecil.
Mereka makan siang bersama. Suasana tidak nyaman dari awalnya.
Tuan Song menanyakan bagaimana pekerjaan Rui En sebagai pelukis jalanan? Coba
kalau Rui En menurut dan pergi ke Paris tiga tahun yang lalu, pasti sekarang
ini Rui En sudah menjadi pelukis terkenal.
Ternyata, Rui En diusir oleh ayahnya dari rumah karena
menyatakan keinginannya untuk terus menunggu Jing Hao pulang. Jing Hao berada
dimanapun tidak ada yang tahu? Mungkin saja Jing Hao sudah mati. Rui En
menegaskan ayahnya kalau Jing Hao belum mati!
Rui En mengakhiri makannya. Min Shuo mengejarnya.
Rui En tidak mengerti dengan ayahnya. Jing Hao hampir menjadi
menantu ayahnya, tapi sekarang kenapa sikap ayahnya terhadap Jing Hao sangat
dingin? Rui En tidak peduli dengan apapun, yang dipedulikannya sekarang ini
adalah ia ingin menunggu Jing Hao sampai muncul di depannya.
Rui En pergi dengan motornya. Di depan lampu merah, di saat yang
bersamaan, Jing Hao dengan mobilnya. Ya, ampun. Ini berkebalikan dari mereka
berdua. Dulunya, Jing Hao dengan motor, sedang Rui En dengan mobil.
Jing Hao memerhatikan seorang gadis yang berkendara motor. Ia
sempat melihat sepatu kets putih yang dipakai gadis itu. Mengingatkannya pada
Rui En, pastinya donk.
Lampu hijau. Mereka berpisah. Rui En belok ke kiri, dan Jing Hao
belok ke kanan (dari pandangan penonton).
Hari itu, Rui En pergi ke bandara. Ia berharap orang yang
dirindukannya akan muncul dari pintu keluar.
Rombongan artis bernama, Xu Xin Jie datang. Para wartawan
langsung menyerbu Xin Jie dan menanyakan tentang terpilihnya ia menjadi artis
utama di film Jepang.
Rui En memerhatikan Xin Jie. Ouw, Jing Hao muncul di belakang
Rui En, senyum!
Xin Jie melihat Jing Hao, dan memanggil namanya. Rui En yang
merasa kenal dengan nama itu lantas menoleh ke belakang, dan ia melihat Jing
Hao. Jing Hao pun terkejut saat melihat Rui En di depannya.
Xin Jie berlari ke arah Jing Hao dan mengecup bibir Jing Hao
sembari mengatakan, “Wo ai ni.”
Rui En… syok. Kaget.
Episode Selanjutnya...
Notes:
Awalnya Jing Hao ingin melupakan semua dendam yang ada. Jing Hao
berpikiran jika Tuhan telah mengirimkan Rui En agar semua dendamnya hilang.
Tapi ternyata, di hari pernikahannya, justru ayahnya menghilang, ini makin
menguatkan Jing Hao kalau ibunya seakan menghukumnya. Jing Hao pun merasa
perjodohannya dengan Rui En tidak akan pernah bersatu. Benang merah itu,
mungkin tidak dapat menyatukan mereka berdua. Maka itu, Jing Hao memilih pergi
meninggalkan Rui En.
Dan, pertemuan kedua mereka setelah tiga tahun kemudian, begitu
unik. Rui En pernah bilang ke Jing Hao di saat kencan pertamanya di bandara, ia
berharap akan bertemu dengan seseorang melalui pintu keluar. Rui En pun
akhirnya bertemu dengan Jing Hao di bandara. Tapi sayangnya, Jing Hao malah
bersama dengan wanita lain. Oh, tidak!
Ceritanya semakin seru. Pasti ini cewek bakalan jadi saingan
cintanya Rui En. Dan, pastinya Min Shuo tidak akan melepaskan Rui En untuk yang
kedua kalinya.
Photo&recap oleh Phoo Purarora.
SUMBER : http://dunia-phoo.blogspot.co.id/2012/02/recap-endless-love-ep7.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar