Hanya Manusia biasa yang tak sempurna,suka menulis tentang kehidupan sehari hari~

Kamis, 05 Mei 2016

Endless Love CTS (Taiwan Drama) : Episode 5

Recap: Endless Love Ep.5

 
Line 5
NoQ terbeliak lebar dan menutupi matanya dengan jari tangannya. Namun, dari sela-sela jarinya ia masih bisa mengintip adegan tersebut.
Jing Hao dan Rui En kaget melihat mobil yang melaju ke arah mereka. Jing Hao menangkap pinggang Rui En dan menghindari mobil tersebut. Mobil itu berhenti. Dari dalamnya keluar beberapa preman, dan preman itu memukuli Jing Hao. NoQ menahan tubuh Rui En agar jangan berlari ke arah Jing Hao, karena itu terlalu berbahaya.
Jing Hao diseret paksa dimasukkan ke dalam mobil.
Rui En memerintah NoQ masuk ke dalam mobilnya. Rui En mengejar mobil itu.
Rui En minta NoQ untuk menelpon polisi. NoQ tidak bisa melakukannya, karena jika menelpon polisi maka nyawa Jing Hao dalam bahaya. Pasti ini ada hubungannya dengan lomba tinju palsu itu. jika sampai ketahuan pihak sekolah, maka karir guru Jing Hao akan dicabut.
Rui En mengebut. NoQ ketakutan dan berpegangan kuat. Sayangnya, mobil yang dikejar tak dapat terkejar. Lampu merah, Rui En yang semula hendak menerobos lampu merah terpaksa membanting setir karena ada mobil yang lewat. Rui En kesal setengah mati.
Tuan Song menelpon Min Shuo, karena telpon Rui En tidak dapat dihubungi. Ini sudah malam, dan Rui En tidak pernah pulang malam. Tuan Song menanyakan, apa Min Shuo mengetahui nomor telpon lelaki yang dekat dengan Rui En itu? Min Shuo menjawab, ia tdiak tahu. Kalau ia sudah bisa menghubungi Rui En, akan selekasnya diberitahu ke Tuan Song.
NoQ mencemaskan keadaan Jing Hao. Guang Chang saja dipukuli hingga babak belur, bagaimana nasib Jing Hao…
Rui En meradang cemas. Hapenya berdering dari Min Shuo. Dengan menangis, Rui En bercerita ke Min Shuo kalau Jing hao mendapatkan masalah, dan sekarang ini ia sedang mencemaskannya.
Guang Chang mengetahui kenapa mereka menangkap Jing Hao. Ini tidak ada kaitannya dengan uang. Mereka pasti marah karena telah tertipu masalah lomba tinju itu.
Di sebuah gudang lama, Jing Hao dengan duduk terikat dipukuli.
Kak Kun, si ketua preman marah pada Jing Hao. Dua kali ia bertaruh untuk Jing Hao, tapi selalu kalah. Yang pertama, karena mungkin ia belum mengenal Jing Hao. Yang kedua, untuk membuktikan kecurigaannya ia bertaruh untuk Jing Hao. Ternyata Jing hao berpura-pura kalah, padahal jelas Jing hao memiliki kemampuan yang luar biasa. Jika Jing Hao bersedia bergabung dengannya, maka ia bersedia memberikan kehidupan yang baru. Kak Kun pun menyebut-nyebut ayahnya Jing Hao.
Jing Hao yang tadinya hanya diam. Kini menatap Kak Kun dengan tajam.
“Darimana kau mengetahui tentang ayahku?”
“Aku sedikit menyelidikimu.”
“Kalau saja aku punya uang, maka aku tidak akan dimarahi oleh ayahku. Tidak akan dituduh membunuh ibuku. Jika saja aku punya uang, maka aku tidak akan dihajar ayahku saat mabuk. Kalau saja aku punya uang!” tajam Jing Hao.
Kak Kun berbicara dengan anak buahnya. Berdua. Ia menyuruh anak buahnya untuk membebaskan Jing hao. Anak buahnya heran, kenapa? Kak Kun beralasan, karena Jing Hao sama sepertinya yang memiliki masa kecil yang suram. Lagipula, ia mengagumi tatapan mata Jing Hao yang tajam.
Min Shuo datang dan memarahi NoQ dan Guang Chang. Jadi, mereka berdua tidak bisa menghubungi ke kantor polisi hanya karena masalah lomba tinju illegal. Dan yang bisa dilakukan oleh mereka hanya duduk menunggu disini!?
Min SHuo menghampiri Rui En dan menyeret lengannya untuk pulang. Rui En tidak mau. Ia akan tetap tinggal disini menunggu Jing Hao pulang. Rui En meminta Min Shuo jangan mengkhawatirkannya seperti gadis kecil lagi. ini adalah urusannya.
Min Shuo agak kesal dengan perkataan Rui En. “Kau membiarkan ayahmu cemas di rumah, demi menunggu lelaki yang bertanding tinju palsu itu!”
Rui En terdiam. Ia hendak bersuara lagi, namun tertahan karena mendengar deruan mobil di depan.
Jing Hao tergeletak di depan gym. Rui En membantunya berdiri. Betapa cemasnya Rui En. Jing Hao menolak dan menukas Rui En.
“Jangan pedulikan hidup dan matiku! Aku terlalu capek bersama dengamu. Lebih baik kita kembali ke waktu awal kita tidak saling mengenal.”
Jing Hao pergi meninggalkan Rui En.
Rui En berbalik dan berseru, “Aku menyukaimu!”
Jing Hao berhenti. Kaget. Min SHuo tak kalah kaget mendengarnya.
Rui En menghampiri Jing Hao. “Jantungku berdebar bukan karena orang lain. Tapi karena kau. Dan aku tdiak bisa kembali ke awal kita tidak saling kenal.”
Of course! Min Shuo tidak suka mendengarnya.
Sesampainya di rumah, Rui En dimarahi oleh ayah. Rui En beralasan larutnya ia pulang karena temannya ada sedikit masalah. Tuan Song menebak teman yang dimaksud oleh Rui En adalah Liang Jing Hao. Tuan Song makin marah, karena baru bertemu saja, Rui En pernah tidak pulang ke rumah. Rui En menjelaskan karena pada waktu itu ia berada dalam suatu keadaan yang tdiak dapat dijelaskan.
Rui En menyakinkan ayah untuk mempercayainya dan kejadian ini tidak akan terjadi lagi. Tuan Song bersedia mempercayai Rui En kali ini, tapi jika kejadian ini terulang lagi, maka Tuan Song tidak akan memaafkan Rui En. Rui En mengerti.
 
NoQ menirukan kembali adegan pernyataan cinta Rui En. Bahkan sampai memonyong-monyongkan bibirya meniru Rui En hendak mencium Jing Hao. Jing Hao yang jengah menutup mulut NoQ dengan telapak tangannya.
Rui En di kamarnya berlonjak-lonjak kegirangan. Akhirnya, ia berciuman juga dengan Jing Hao! Cengar-cengir, ketawa-ketiwi sendirian.
Di minggu pagi, Rui En sudah menyambangi rumah Jing Hao. Ia menelpon Jing Hao, dengan malu-malu ia mengajak Jing Hao kencan. Jing Hao cukup lama berpikir.
“Aku tidak akan marah kalau kau menolaknya. AKu juga tidak membencimu, karena aku menyukaimu.” Rui En malu-malu.
“Baik.” Jing Hao menyanggupi.
Yeah! Betapa senangnya Rui En. Ia akan menjemput Jing Hao satu jam lagi, yaitu jam satu. padahal sih yang sebenarnya Rui En sudah ada di samping rumah Jing Hao. Hahaha,,,
Ada yang lagi jatuh cinta. Eh, ada yang lagi patah hati nih. Min Shuo galau. Nyonya Luo melihat anaknya minum arak sepagi itu dan menanyakan, “Kau akan minum arak kalau ada sesuatu yang tidak menyenangkanmu. Ada masalah apa?”
Min SHuo tidakmau menajwab. Masuk ke dalam kamarnya.
Jing Hao sudah rapi dan tentunya ganteng donk. Rui En menyambut Jing Hao dengan senyum.
Rui En menghampiri Jing Hao dan mendekat ke Jing hao seakan hendak mencium Jing Hao. Jing Hao kaget dan cepat-cepat mengelak.
Rui En tersenyum. “Ada bulu matamu yang jatuh,” katanya nakal.
“Aku kira kau akan…”
“Aku akan apa?” goda Rui En nakal.
“Katanya kita mau kencan,” Jing Hao mengalihkan pembicaraan.
Lucu deh mereka. Biasanya yang cowok yang ngejemput pacarnya. Eh, ini ceweknya yang ngejemput cowoknya.
Kencan pertama mereka di bandara. Jing Hao akan memotret jika mendapat perintah dari Rui En. Rui En menyuruh Jing Hao memotret seorang gadis berbaju kuning yang menjemput pacarnya dan saling berpelukan.
“Aku tidak pernah kencan seperti ini,” kata Jing hao ketika duduk.
“Kau kan memang tidak pernah kencan.” Sindir Rui En. Lalu tersenyum. “Aku juga tidak pernah kencan seperti ini. Aku ingin seperti mereka. Menunggu seseorang yang dirindukan muncul dari pintu keluar. Aku berharap ibuku muncul dari pintu keluar itu.”
Lalu kencan mereka berlanjut ke games center. Makan camilan. Jalan-jalan di mall. Main piano.
Dan kencan berakhir di tepian danau.
“Aku sangat senang hari ini,” kata Jing Hao senyum.
“Aku juga,” sahut Rui En.
“Selama ini aku tidak pernah berhari Minggu. Aku terlalu sibuk mencari uang dan menjaga ayah. Ternyata hari Minggu seperti ini begitu menyenangkan. Hari-hariku menjadi penuh warna-warni semenjak mengenal dirimu.”
Rui En tersenyum senang.
“Tapi Rui En, kita sampai disini saja,” Jing Hao memutus senyuman Rui En.
“Aku hanya bisa berpacaran. Tapi tidak memiliki masa depan bersamamu.”
“Aku tidak mengerti. Kita bahkan belum memulainya.” Rui En berkaca-kaca.
“Ini sudah dapat dilihat. Sama seperti matahari yang terbit dan tenggelam di tempat yang sama.” Jing Hao pergi. Rui En mengejarnya.
“Kau tidak yakin atau tidak menyukaiku?”
“Aku tidak memilihmu. Itulah jawabanku,” dingin Jing Hao.
Jing Hao benar-benar pergi meninggalkan Rui En yang tengah bersedih.
Jing Hao curhat pada ayahnya. Ia begitu penakut. Takut sampai tidak bisa menggenggam tangan Rui En. Takut jika suatu hari nanti Rui En akan pergi darinya.
Xiu Zhen mendecak-decak melihat hasil lukisan Rui En. Tanpa disadari oleh Rui En kalau ia telah melukis wajah Jing Hao. Xiu Zhen meminta maaf pada Rui En, karena ia tidak tahu kalau Rui En pun menyukai Jing Hao.
“Kau berpacaran denganya kenapa tidak bilang?”
“Aku tidak berpacaran dengannya. Aku sudah ditolaknya,” sedih Rui En.
Sewaktu Rui En dan Xiu Zhen jalan, mereka berpapasan dengan Jing Hao. Jing Hao dan Rui En saling melempar pandang.
Sayangnya, Jing Hao malah melengos melewati Rui En tanpa menyapa. Xiu Zhen menyuruh Rui En untuk mengejar Jing Hao. Apakah Rui En ingin kisah cintanya berakhir seperti ini? Rui En yang tidak mau berakhir lantas mengejar Jing Hao.
Sesampainya di perpus, Rui En kehilangan Jing Hao. Rui En menelusuri ruangan perpus. Ternyata Jing Hao bersembunyi dan memerhatikan Rui En yang sedang mencarinya.
Apa yang didapat oleh Rui En setelah menemukan Jing Hao?
Rui En melihat Jing Hao tengah asyik mengobrol dengan seorang gadis. Mereka berdua tampak saling tertawa. Rui En pikir jika Jing Hao tidak dapat hidup tanpanya. Tanpanya, Jing Hao tidak dapat tersenyum. Ternyata dugaannya salah. Tanpanya, Jing Hao masih bisa tersenyum.
Rui En pergi dengan langkah gontai.
Rui En pergi. Temannya Jing Hao pun pergi. Saat itulah senyuman Jing Hao memudar. Ia melongok ke bawah, melihat Rui En yang berjalan lunglai. Jing Hao melihat tetes air hujan diluar jendela perpus.
Rui En melangkah di bawah siraman hujan. Jing Hao hendak memayungi Rui En dengan payung, namun tertahan.
Jing Hao berbalik arah, namun ia menahan langkahnya, dan berbalik arah lagi untuk mengikuti Rui En di belakang.
Tuan Song menemui Min Shuo karena ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam antara Rui En dan Jing Hao. Min Shuo enggan menceritakannya. Tuan Song tidak kehilangan akal. Jika Min SHuo tidak mau cerita,Tuan Song bisa menyelediki Jing Hao. Itu sama saja. Daripada Tuan Song mendengar dari hasil penyelidikan, akhirnya Min Shuo menceritakan juga apa yang terjadi. Di malam itu, Jing Hao yang telah mengikuti lomba tinju illegal dan membuat orang lain kalah, diculik oleh preman.
Tuan Song meminta Min Shuo agar jangan mengatakan pada Rui En mengenai pertemuan rahasia ini.
Dosen Rui En membagikan tugas beserta nama kelompoknya. Rui En memeriksa nama Jing Hao dan tidak ada. Rui En mengejar dosennya dan memberitahukan kalau nama Liang Jing Hao tidak ada. Dosen itu memperlihatkan daftar nama mahasiswanya, dan tidak ada yang namanya Liang Jing Hao. Di kelasnya jarang ada murid dari jurusan olahraga, makanya ia hapal.
“Jangan-jangan…” Rui En berpikir sendiri. 
Rui En nekat mengikuti latihan roller blade yang diajarkan oleh Jing Hao di sebuah taman. Jatuh bangun Rui En bangkit dari roller blade. Jing Hao sebenarnya tidak tega, tapi ia harus jaim. Lagipula Jing Hao tidak dapat menjagakan Rui En ber-roller blade karena ia masih harus mengajar. Iya, iya, Rui En tahu itu kok.
Mengajarnya selesai. Jing Hao berpamitan pada anak-anak muridnya yang masih anak-anak SD itu. Jing Hao melihat Rui En duduk di bangku belakang, tanpa pamitan ia meninggalkan Rui En seorang diri. Rui En memanggil Jing Hao, dan hendak mengejarnya. Tapi Rui En lupa kalau ia masih memakai roller blade, kebetulan juga jalanannya menurun, dan alhasil ia meluncur cepat. Rui En berteriak takut sambil menutup kedua matanya.
Jing Hao menoleh ke belakang dan melihat Rui En meluncur cepat ke arahnya. Jing Hao berhasil menangkap Rui En.
“Apa yang sedang kau lakukan!?” tukas Jing Hao.
“Karena ada Kak Jing Hao yang menyelamatkanku, aku tidak takut,” ujar Rui En tersenyum genit manja.
Rui En mengejar Jing Hao dan memanggilnya dengan manja. Ini jelas bukan gaya Rui En. Rui En minta penjelasan Jing Hao kenapa mereka putus? Jing Hao mengatakan mereka tidak cocok. Kenapa? Mereka sama-sama memakai celana jeans, tapi sepatu yang mereka gunakan berbeda. Sejak dilahirkan mereka memakai sepatu yang berbeda. Jadi jalan yang ditempuh sekarang dan nantinya pun akan berbeda.
“Jika kita bertemu, anggap saja kita tidak saling kenal. Terus jalan dan jangan menyapa.” Jing Hao berujar dingin.
Jing Hao pergi. Rui En berujar, “Kau masih membohongi dirimu sendiri? Kenapa kau mengikuti kelasku?”
Jing Hao terdiam.
“Kupikir hanya aku saja yang menyukaimu. Tapi kau pun juga menyukaiku. Cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku ingin seperti yang lainnya. Ada seseorang menelpon cuma untuk menanyakan apa aku sudah makan apa belum? Aku ingin membagi hidupku denganmu. Hanya denganmu.”
“Sayangnya orang itu bukan aku.” Jing Hao pergi setelah mengatakan itu. Yach, Jing Hao membohongi perasaannya lagi.
Rui En masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Jing Hao. Sepatu yang mereka pakai berbeda…
Hapenya berdering dari Min Shuo.
Rui En dan Min Shuo pergi ke sebuah toko sepatu. Rui En memandangi sepatu hak tinggi berwarna coklat. Min Shuo melihat Rui En terus memerhatikan sepatu itu dan menawari akan membelikannya untuk Rui En. Rui En menolak, karena ia memilih sepatu kets putih.
Min Shuo akan mentraktir Rui En makanan enak. Eh, Rui En malah mau mampir makan di rumah makan biasa. Min Shuo agak kesal dengan sikap Rui En. “Kau membeli sepatu sport untuk mengubah penampilanmu demi Liang Jing Hao. Tapi kau masih dengan gayamu. Membeli sepatu bermerek.” Min Shuo memperlihatkan tas sepatu bertuliskan GUCCI. “Aku Li Min Shuo. Bukan Liang Jing Hao. Jika kau ingin melatih kehidupan seperti Jing Hao, jangan denganku!” Min Shuo pergi karena kesal.
Min Shuo kesal dengan Rui En. Rui En dan Jing Hao baru kenal, tapi Rui En seakan mengenal Jing Hao lama. Rui En bilang kalau bukan salah Jing Hao, karena Jing Hao ikut lomba tinju itu karena dirinya. Tapi Rui En tidak mengatakan apa alasan yang sebenarnya.
“Sebenarnya Kak Jing Hao itu orang yang baik hati. Aku tidak tahu kenapa aku menyukainya. Dulu kupikir menyukai seseorang harus ada alasannya. Dia harus ganteng, kaya, dan pintar. Itu sama saja aku menyukai sebagian dirinya. Aku hanya menyukai Kak Jing Hao. Tidak ada alasannya,” aku Rui En yang membuat Min Shuo terdiam.
Jing Hao pergi ke rumah Rui En. Kayaknya sih kangen. Ia melihat Rui En baru pulang diantar Min Shuo.
Min Shuo mengatakan ke Rui En kalau sekarang ini Rui En sudah berubah. Bukan gadis kecil lagi. Rui En senang mendengarnya, karena Min SHuo sudah menganggapnya sebagai seorang wanita. Min Shuo pun hendak mencium Rui En. Rui En menolak. Min Shuo malah ketawa dan mengatakan kalau tadi itu ia hanya bercanda. Rui En memukul lengan Min Shuo pelan sembari tertawa pula.
Dua orang sedang galau.
Jing Hao nge-gym dengan penuh semangat. NoQ minta Guang Chang menghentikan Jing Hao, karena Jing Hao sudah melakukannya berjam-jam.
“Jing Hao, kalau perasaanmu sedang tidak baik, jangan lampiaskan pada alat-alatku. Pergi dan cari yang namanya Song Rui En!” hardik Guang Chang.
Di tempat yang berbeda, Min Shuo sedang minum di sebuah bar. Ia seakan menjilat ludah sendiri. Dulu, ia bersikeras hanya menganggap Rui En sebagai adik. Tidak akan mungkin memacarinya, apalagi menciumnya. Tapi sekarang… “Permainan baru saja dimulai,” ujar Min Shuo tertawa kecil.
Rui En tidak bisa tidur. Rasanya sulit sekali bernapas. Sinyal hapenya penuh, tapi kenapa hapenya tidak berdering. Kenapa tidak ada yang menelponnya?
Pagi-pagi benar, Rui En datang ke rumah Jing Hao. Jing Hao masih menyambut dingin Rui En, “Mau apa datang sepagi ini?”
Rui En tersenyum, lalu menghirup udara pagi yang segar ini. Lega… akhirnya ia dapat bernapas kembali.
Jing Hao bingung dan bertanya pada Rui En, kenapa?
“Tidak melihatmu membuatku sulit bernapas. Sekarang kau boleh kembali bekerja. Selamat malam. Eh, bukan. Selamat pagi.” Tawa Rui En girang.
Jing Hao melihat ada yang berbeda dengan Rui En. Rui En memakai sepatu kets. Ia pun teringat beberapa kata-kata Rui En.
Hingga akhirnya ia tidak dapat menahan diri dan perasaannya, dan mengejar Rui En.
“Song Rui En. Mungkin aku bisa membohongimu. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku mencintaimu.”
Rui En tersenyum bahagia.
Jing Hao menarik Rui En dan menciumnya.
Rui En dan Jing Hao pergi ke dept.store. Rui En pergi ke suatu tempat sendiri dan membiarkan Jing Hao duduk menunggu. Rui En datang dan membawa benang merah.
Rui En mengikatkan benang merah ke pergelangan tangan Jing Hao dan tangannya.
Keduanya saling tertawa.
Benang merah sudah diikatkan!
Min Shuo pergi ke toko sepatu kemarin. Ia membeli sepatu berhak yang dipandangi oleh Rui En kemarin. Dibelinya.
Taaaraaaa!
Rui En dan Jing Hao tiba di kampus dengan bergandengan tangan. Min Shuo yang melihatnya terkejut.
Rui En memamerkan pacar barunya nih.
Min Shuo, aaah, dia tidak suka melihatnya.
Akhirnya, Jing Hao lulus menjadi guru. Selamat!
Ketika Jing Hao keluar dari sekolah, ia didatangi oleh seorang pria berjas rapi.
Tuan Song menghadiri peletakan batu pertama pembangunan rumah sakit. Nyonya Luo dan Min Shuo juga hadir.
Jing Hao menunggu di kejauhan sambil melihat Tuan Song di tempat acara.
Nyonya Luo melihat Jing Hao dan bertanya pada Min SHuo, siapa pria disitu? Apa pria itu adalah pria yang dekat dengan Rui En sekarang?
Min Shuo lagi malas membahasnya. “Bu, daripada mencampuri urusan orang lain. Lebih baik memperhatikan kesehatan putramu ini.”
Rui En, NoQ, dan Guang Chang mempersiapkan pesta kelulusan untuk Jing Hao. Tapi, Jing Hao yang ditunggu-tunggu belum datang-datang juga.
Tuan Song dan Jing Hao berbincang empat mata. Tuan Song sudah mengetahui latar belakang Jing Hao. Kehidupannya. Perekonomiannya. Bahkan mengenai tinju ilegal yang diikuti oleh Jing Hao, sampai kasus penculikan oleh preman itu. Jing Hao yang seorang guru olahraga harusnya mengetahui mengenai hal itu. Melihat keadaan ini, Tuan Song tidak bisa menyerahkan Rui En berpacaran pada Jing Hao.
Rui En menunggu Jing Hao. Min Shuo menelponnya dan memberitahukan kalau Tuan Song pergi menemui Jing Hao. Setidaknya, Min Shuo dalam situasi seperti ini lebih baik daripada Tuan Song.
Rui En cemas. Min Shuo hanya bisa memandangi sepatu yang dibelinya yang rencananya akan diberikannya untuk Rui En.
Rui En akhirnya berhasil menemukan Jing Hao. Ia ingin tahu, apa yang dibicarakan oleh Jing Hao dan ayahnya? Jing Hao mengatakan ke Rui En agar tidak perlu tahu apa yang dibicarakannya dengan Tuan Song. Rui En menyakinkan jika ayahnya pasti hendak keduanya putus. Kalau begitu, ia akan menemui ayahnya di rumah.
“Siapa yang bilang putus?” kata Jing Hao.
Rui En tidak mengerti.
“Sangat sulit untuk bisa bersama denganmu. Aku sudah membuat keputusan. Meskipun apapun yang terjadi, aku tidak akan goyah. Karena aku telah membuat keputusan.”
Rui En tersenyum. Begitu pula dengan Jing Hao. Keduanya saling berpelukan.

Episode Selanjutnya...

Photo&recap oleh Phoo Purarora.

Sumber : http://dunia-phoo.blogspot.co.id/2012/01/recap-endless-love-ep5.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar